Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Banyak yang tidak menyadari bahwa
negara Indonesia mempunyai 13.466 pulau. Bisa bayangkan betapa banyaknya
potensi yang ada di negara kita?
Saking
banyaknya pulau yang ada di Indonesia, pemerintah maupun masyarakat sendiri
tidak begitu memberi perhatian lebih pada pulau-pulau terluar yang ada di
Indonesia. Padahal pulau-pulau terluar di Indonesia seperti Pulau Weh, Pulau
Natuna, Pulau Marampit, Pulau Miangas dan lain-lain mempunyai Sumber Daya Alam yang
tidak bisa diremehkan jika diberi perhatian khusus dan dikelola dengan baik.
Pada
posting kali ini, saya akan membahas tentang salah satu pulau terluar di
Indonesia yang menurut saya merupakan pulau yang sangat Indah dan memiliki
banyak keunggulan, yaitu Pulau Miangas.
Pulau
Miangas adalah salah satu pulau terluar paling utara di Indonesia yang terletak
di dekat perbatasan Indonesia dengan Filipina, tepatnya di Provinsi Sulawesi
Utara. Pulau ini termasuk ke dalam desa Miangas, kecamatan Nanusa, Kabupaten
Kepulauan Talaud. Secara geografis, Pulau Miangas terletak pada 5°
33’ 15’’ LU / 126° 35’ 18’’ BT dengan luas 3,2 Km2.
Jarak Pulau Miangas dengan Ibukota Provinsi Sulawesi Utara yaitu Manado adalah
sekitar 274 mil laut sementara jaraknya dengan Ibukota Kabupaten Kepulauan Talaud
kurang lebih 60 mil laut, sedangkan jarak Pulau Miangas dengan Filipina
hanyalah 48 mil.
Pulau
Miangas memiliki jumlah penduduk sebanyak 763 orang dari 196 kepala keluarga,
dengan mayoritas adalah Suku Talaud yang rata-rata berpendidikan Sekolah Dasar.
Penduduk Miangas tersebar di tiga desa, yaitu Desa Karutung Utara, Desa
Karutung Tengah, dan Desa Karutung Selatan. Mayoritas masyarakat Pulau Miangas
bekerja sebagai nelaya, petani, dan PNS. Di dalam pulau Miangas juga terdapat
46 personil TNI dan polisi mengingat Pulau Miangas adalah pulau di perbatasan
yang perlu pengawalan dan penjagaan yang ketat.
Pasir putih dan laut biru di Pantai Racuna <3 |
Mungkin
banyak dari pembaca postingan ini yang baru mengetahui eksistensi Pulau Miangas
di Indonesia. Walaupun Miangas berada di perbatasan dan pulau yang paling
terluar, keindahan yang dimiliki Miangas tidak bisa dikalahkan dengan
pulau-pulau terkenal lainnya. Pulau Miangas memiliki kondisi alam yang masih
sangat asri dan indah. Birunya laut di Miangas akan memanjakan mata tiap orang
di sini, dilengkapi pasir putih lembut yang menggelitik telapak kaki. Pantai di
Miangas yang terkenal dengan lembutnya pasir putih adalah Pantai Racuna. Arti
kata Pantai Racuna adalah pantai pertama kali kita bertemu yang mempunyai
maksud, Pantai Racuna inilah yang akan pertama kali kita jumpai ketika keluar
dari Pulau Miangas. Ada pula Pantai Laru yang biasa digunakan masyarakat
setempat untuk melakukan upacara Manami, yaitu acara menggiring dengan janur
dari daun kelapa menuju suatu pantai yang landai dipenuhi oleh karang sehingga
ikan-ikan akan terperangkap saat air surut. Upacara tersebut akan ditutup
dengan acara bakar-bakaran yang tentu saja sangat ditunggu-tunggu.
Pulau Miangas atau mempunyai julukan lain Las Palmas (Palmas
Island) memiliki keunikan dalam persoalan tapal-batas dua negara, yaitu antara
Indonesia-Filipina. Miangaspun dulunya pernah dipersengketakan antara dua negara
besar yakni Amerika Serikat yang kala itu masih menjajah Filipina dengan
Kerajaan Belanda yang juga masih menjajah kepulauan Nusantara atau Hindia
Belanda.
Karena tak kunjung muncul kesepakatan dari pihak-pihak yang
bersangkutan, sengketa kepemilikan Pulau
Miangas berakhir di Mahkamah Arbitrase Internasional. Pada tanggal 4 april
1928, Hakim Dr. Max Hubert, arbitrator tunggal Mahkamah Arbitrase
Internasional, menyatakan bahwa Miangas adalah bagian dari wilayah Hindia
Belanda. Oleh karena itu, Pulau Miangas berarti menjadi milik kerajaan Belanda.
Secara otomatis pasca kemerdekaan masing-masing kedua negara (Republik
Indonesia dan Filipina), keputusan Arbitrase Internasional tentang pulau
Miangas tetap dipegang teguh, baik oleh Indonesia maupun Filipina. Pengakuan
ini diperjelas lebih lanjut di dalam perjanjian Lintas Batas (Border Crossing
Agreement) antara Indonesia dan Filipina yang ditandatangani pada tahun 1956.
Pulau-pulau terluar di Indonesia salah satunya seperti Pulau
Miangas tentunya dipantau oleh pemerintah dengan dibentuknya
kebijakan-kebijakan. Kebijakan awalnya terbentuk pada saat Deklarasi Djuanda
pada tanggal 13 Desember 1957. Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa segala perairan di sekitar,
di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau di dalamnya, dengan tidak
memandang luas atau lebarnya merupakan wilayah NKRI. Prinsip-prinsip dalam
Deklarasi Djuanda ini kemudian dikukuhkan dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun
1960, yang isinya sebagai berikut :
a)
Untuk
kesatuan bangsa, integritas wilayah, dan kesatuan ekonominya ditarik
garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari kepulauan
terluar.
b)
Termasuk
dasar laut dan tanah bawahnya maupun ruang udara di atasnya dengan segala
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
c)
Jalur
laut wilayah laut territorial selebar 12 mil diukur dari garis-garis lurusnya.
d)
Hak
lintas damai kapal asing melalui perairan nusantara (archipelagic waters)
Hingga saat inipun pemerintah masih memberikan
kebijakan-kebijakan yang mengatur pulau-pulau terluar dan mengupayakan
pemberdayaannya. Pemerintah mengeluarkan kebijakan tetap yang melindungi pulau
terluar dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil mengatur PPKT (Pulau-Pulau Kecil Terluar)
ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT) yang memiliki
potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan yang tinggi, juga mempunyai peran
strategis dalam menjaga kedaulatan NKRI. Kawasan ini menyediakan sumber daya
alam yang produktif seperti terumbu karang, padang lamun (seagrass),
hutan mangrove, yang mendukung perikanan berkelanjutan sekaligus berfungsi
sebagai habitat spesies biota laut yang terancam punah.
Karena melimpahnya SDA (Sumber Daya Alam) yang ada di pulau
Miangas, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa banyak negara-negara lain yang juga
menginginkan pulau Miangas agar menjadi milik mereka. Sengketa antara Filipina
dan Indonesia atas pulau ini misalnya. Walaupun sudah diputuskan bahwa Pulau
Miangas adalah milik Indonesia, tetapi pemerintah dan kita semua harus selalu
waspada apabila kejadian tersebut terulang kembali. Sama seperti pulau Natuna
yang berada dekat dengan Laut China, Pulau Miangas yang sangat dekat dengan
perbatasan Filipina, bisa dibilang rawan akan pengklaiman dan harus mendapatkan
pengawasan yang lebih. Faktor-faktor internal dan eksternal sangat
mempengaruhi. Hampir sama seperti Natuna yang memiliki penduduk Tionghoa, di
Pulau Miangas juga banyak terdapat penduduk dari negara Filipina. Pada
kenyataannya masyarakat di pulau Miangas lebih tertarik melakukan akses belanja
ke Filipina karena dianggap lebih murah jika menghitung biaya transportasi dan
risiko. Maka tak heran mayoritas penduduk menggunakan mata uang Filipina yaitu
peso.
Letak
geografis yang sangat ekstrem jugalah yang memicu terjadinya kejahatan antarnegara
seperti misalnya pencurian ikan penyelundupan berbagai jenis barang
seperti minuman keras, narkoba dan senjata api, dari negara tetangga, Filipina.
Tak tertutup kemungkinan di wilayah perairan perbatasan Miangas dijadikan jalur
lintas batas para teroris, tanpa terdeteksi oleh pos keamanan lintas batas di
Pulau Miangas. Peluang pulau berpenghuni 197 keluarga dengan jumlah keseluruhan
785 jiwa ini sebagai persinggahan penjahat antarnegara memang sangat masuk
akal. Pulau ini juga lebih dekat ke Mindanao, Filipina. Warga Miangas hanya
membutuhkan waktu dua hingga tiga jam perjalanan dengan pamboat ke Santa Agustien
atau General Santos. Bandingkan dengan jarak Miangas ke Melonguane, ibu kota
Kabupaten Talaud, sekitar 90 mil. Untuk ke Manado, warga Miangas akan menempuh
waktu sampai dua hari karena jaraknya mencapai 275 mil.
Sungguh
miris rasanya jika membayangkan Indonesia yang seharusnya memiliki banyak
sekali potensi laut dan alam harus kehilangan satu persatu pulau-pulau kecil
yang ada. Walau pulau-pulau terluar jauh dari jangkauan, bukan berarti negara
lain boleh menjadi tuan. Walau suara mereka samar terdengar, pemerintah seharusnya
sudah sadar.
DAFTAR
PUSTAKA